MobilKomersial.com — Beberapa waktu lalu, sebuah video yang memperlihatkan seorang supir truk menepi di bahu jalan tol untuk beristirahat tanpa dikenakan sanksi tilang oleh petugas kepolisian mendadak viral.
Aksi aparat yang terkesan “memaklumi” ini langsung memicu perdebatan: apakah bahu jalan boleh digunakan untuk istirahat, ataukah memang ada pertimbangan khusus demi keselamatan?
Faktanya, bahu jalan memiliki aturan ketat, namun kasus viral ini menyingkap adanya sisi humanis dalam penegakan hukum di jalan raya.
Hanya untuk Darurat!
Bahu jalan, khususnya di jalan tol, bukanlah tempat istirahat atau parkir. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah telah mengatur penggunaannya secara spesifik dan terbatas.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol Pasal 69 ayat (2), bahu jalan hanya boleh digunakan untuk:
- Kondisi Darurat Kendaraan: Seperti mogok, ban pecah, atau gangguan teknis lainnya yang membuat kendaraan tidak bisa bergerak.
- Darurat Medis Pengemudi: Ketika pengemudi tiba-tiba sakit atau mengalami kelelahan ekstrem yang membahayakan keselamatan.
- Kondisi Lalu Lintas Mendesak: Keadaan darurat yang membuat jalur utama tidak bisa digunakan.

Sebaliknya, melarang keras bahu jalan digunakan untuk menyalip, menaikkan/menurunkan penumpang atau barang, apalagi hanya untuk parkir atau berhenti tanpa alasan darurat. Pelanggaran aturan ini dapat berujung pada kurungan maksimal 2 bulan atau denda hingga Rp 500.000 (berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009).
Kenapa Supir Truk Viral Itu Tidak Ditilang?
Kasus sopir truk yang berhenti karena kelelahan menjadi sorotan karena melanggar larangan, tetapi tidak serta-merta ditilang. Hal ini menunjukkan bahwa aparat di lapangan sering kali menggunakan diskresi berdasarkan pertimbangan keselamatan.
Baca Juga: Revolusi Logistik Indonesia Dimulai! Geotab Luncurkan Asisten AI Generatif ‘Ace’ untuk Armada
Mengemudi dalam kondisi mengantuk adalah salah satu penyebab utama kecelakaan fatal bahak tidak hanya di jalan tol, melainkan di jalan-jalan pada umumnya. Bagi supir truk yang menempuh jarak jauh, kelelahan bisa datang kapan saja.
Dalam konteks ini, polisi bisa menilai kondisi sopir yang tidak kuat melanjutkan perjalanan sebagai sebuah kondisi darurat medis, dimana keselamatan jiwa lebih diutamakan daripada penegakan aturan parkir.
Meski demikian, ini bukan berarti semua orang bebas berhenti kapan saja. Pihak berwenang umumnya tetap memberikan teguran keras karena bahu jalan sangat berbahaya. Pengemudi yang berhenti darurat pun wajib menyalakan lampu hazard dan memasang segitiga pengaman sebagai prosedur keselamatan (Pasal 121 ayat 1 UU No. 22/2009).

Solusi Aman: Utamakan Rest Area
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pengemudi, terutama supir truk: istirahat adalah wajib, tetapi rest area adalah tempat yang aman.
Jalan tol di Indonesia telah dilengkapi dengan rest area yang memadai, mulai dari toilet, tempat ibadah, hingga area parkir luas yang didesain untuk jeda perjalanan. Merencanakan rute perjalanan dan memanfaatkan fasilitas ini adalah cara terbaik untuk mencegah kecelakaan akibat kelelahan.
Baca Juga: Lebih ‘Manja’ dari Ban Mobil, Ini Alasan Ban Truk Perlu Cek Tekanan Angin Tiap Dua Minggu
Misalnya, kendaraan seperti UD Trucks Quester didesain dengan kabin ergonomis dan bahkan dilengkapi sleeper cab agar supir dapat beristirahat nyaman, meminimalisir risiko kelelahan dan godaan untuk menepi di bahu jalan.
Kasus viral supir truk menunjukkan bahwa keselamatan jiwa tetap prioritas. Meskipun demikian, bahu jalan tetaplah area berbahaya yang hanya boleh digunakan dalam keadaan darurat sejati. Sebagai pengemudi cerdas, selalu dahulukan rest area untuk istirahat agar terhindar dari sanksi dan risiko kecelakaan.