MobilKomersial.com — Pasar kendaraan komersial di Indonesia saat ini tengah berada dalam fase persaingan yang sangat dinamis seiring dengan masifnya penetrasi berbagai merek truk Completely Built Up (CBU) asal Tiongkok, khususnya di sektor pertambangan.
Fenomena ini menarik perhatian serius dari para pelaku industri, terutama mengenai bagaimana efisiensi sebuah armada diukur secara nyata dalam jangka panjang.
Chief Executive Officer Astra UD Trucks, Winarto Martono, menegaskan bahwa dalam industri kendaraan niaga, khususnya di area pertambangan, durabilitas dan produktivitas adalah hukum tertinggi yang tidak bisa ditawar.
Baca Juga: UD Trucks Klaim Semua Truknya Aman Tenggak B50, Siap Dukung Transisi Energi Nasional
Beliau menyoroti bahwa saat ini banyak konsumen yang mulai tergiur dengan penetrasi pasar truk China yang agresif secara harga, namun tidak dibarengi dengan keandalan komponen dan efisiensi bahan bakar yang konsisten.
Oleh sebab itulah, Winarto mengingatkan bahwa pendekatan tersebut seringkali melupakan perhitungan fundamental mengenai masa pakai kendaraan yang idealnya mencapai sekitar 10 tahun atau satu dekade bahkan lebih.

“Truk bukan sekadar aset transportasi, melainkan instrumen bisnis yang harus mampu menghasilkan keuntungan maksimal selama masa pakainya,” tegasnya saat ditemui MobilKomersial.com di Jakarta, Senin (15/12/2025) kemarin.
Menurut Winarto, aspek durabilitas adalah pembeda utama yang menjadikan UD Trucks, khususnya seri Quester yang harus mampu bertahan setidaknya hingga sepuluh tahun untuk memberikan imbal hasil investasi yang optimal.
“Dalam industri alat berat yang beroperasi 24 jam di medan ekstrim, parameter keberhasilan bukan lagi sekadar harga murah, melainkan seberapa lama unit tersebut mampu terus bekerja menghasilkan uang,” sambungnya.
Tantangannya adalah apakah truk-truk dengan harga murah tersebut memiliki ketangguhan komponen dan ketersediaan suku cadang yang mampu menjamin operasional tetap stabil dalam rentang waktu sepanjang itu.
“Jika sebuah truk yang harus beroperasi 24 jam itu sering mengalami waktu henti atau downtime akibat adanya kerusakan komponen, maka kerugian operasional yang timbul akan jauh melampaui selisih harga beli awal,” terangnya.











