Jakarta, MobilKomersial.com – Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) mengajak masyarakat untuk mengawal persidangan yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang telah berlangsung pada Selasa (11/08/2020), dengan kasus dugaan tindak monopoli minyak pelumas (oli) oleh PT Astra Honda Motor (AHM).
Sidang perdana yang seharusnya digelar 30 Juli lalu, terpaksa diundur atas permintaan kuasa hukum PT Astra Honda Motor (AHM). Gugatan tersebut dilakukan KPPU atas dasar adanya dugaan tindakan monopoli yang dilakukan AHM, yang dinilai sangat merugikan kepentingan konsumen, dan perekonomian nasional.
Gugatan tersebut berawal dari keresahan yang muncul saat melakukan servis berkala di main dealer Honda dan bengkel Astra Honda Authorized Service Station (AHASS).
Dugaan monopoli muncul saat pelanggan ingin melakukan penggantian oli, namun pihak AHM mengharuskan menggunakan oli dengan merek yang dibuat AHM, jika tidak garansi bisa hangus.
Baca juga : Tantang Pelajar Kreatif, AHM Best Student 2020 Kembali Digelar
Ketua Dewan Penasehat PERDIPPI Paul Toar, mengatakan, hal yang wajar jika sebuah merek – khususnya agen pemegang merek kendaraan – ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari penjualan produk dengan diikuti produk pendukung lain termasuk oli. Namun, yang tidak wajar adalah mekanisme atau cara dalam pemasaran yang mempersulit produk sejenis merek lain dengan cara-cara monopoli.
“Karena praktik-praktik yang dilakukan oleh agen pemegang merek kendaraan seperti itu telah membentuk mindset masyarakat bahwa kalau kendaraannya merek A, maka oli yang harus dipakai adalah merek A, Jika kendaraannya merek B, olinya harus merek B. Jika tidak, maka garansi akan hilang. Apalagi, oli-oli merek lain di bengkel tersebut tidak tersedia,” tegas Paul.
Kondisi seperti itu lambat laun dianggap sebagai kewajaran oleh masyarakat. Sebab, mereka tidak mengetahui aturan yang sebenarnya. Meskipun sebenarnya hak-hak mereka untuk mendapatkan produk dengan kualitas dan harga yang terbaik telah dilanggar.
Bahkan, pandangan negatif terhadap oli-oli produk merek lain di luar merek yang terafiliasi dengan agen pemegang merek pun muncul. Keraguan menggunakan oli merek lain juga terjadi, meskipun kualitas oli merek lain itu telah sesuai standar atau kualitasnya tidak kalah dengan oli dari agen pemegang merek.
Sehingga, selain menghalangi produk merek lain, praktik monopoli memunculkan kesan negatif tersemat ke produk merek lain.
“Sekali lagi, hal itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat. Terlebih adanya power of monopoly dari agen pemegang merek dengan modus jika menggunakan olinya, maka garansi atas kendaraan tidak akan gugur dan sebagainya,” jelas Paul.